Friday 5 April 2013

IMPLEMENTASI DAN TUGAS KEPERWATAN




D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah kegiatan atau tindakan yang diberikan kepada pasien. Kkegiatan ini meliputi pelaksanaan rencana pelayanan keperawatan dan rencana pernyataan medis. Pada tahap perawat menerapkan pengetahuan dan keterampilan berdasarkan ilmu-ilmu keperawatan dan ilmu-ilmu keperawatan lainnya yang terkait secara terintegrasi. Pada waktu perawat memberi pelayanan keperawatan, proses pengumpulan dan analisa data berjalan terus menerus, guna perubahan atau penyesuaian tindakan keperawatan. Beberapa faktor dapat dapat mempengaruhi pelaksanaan rencana pelayanan. Keperawatan antara lain sumber-sumber yang ada, pekerjaan perawat serta lingkungan fisik untuk pelayanan keperawatan dilakukan.
Dalam pelaksanaan perawat melakukan fungsinya secara indefenden, defenden, dan interdefenden. Fungsi indefenden yaitu perawat melakukan tindakan sendiri atas dasar inisiatif sendiri. Fungsi defenden yaitu fungsi  tambahan dilakukan untuk menjalankan program dari tim kesehatan lain. Fungsi interdefenden yaitu perawat melakukan fungsi  kolaborasi dengan pelaksanaan fungsi bersama-sama dengan tim kesehatan lainnya.
E. EVALUASI
Periode post partum dini.
-       Tanda vital, keadaan luka episiotomi jika ada dan mencocokkan dengan parameter yang diharapkan.
-       Toleransi klien terhadap intake makanan, intake cairan dan keinginan klien mengenali makanan dan cairan.
-       Kemampuan klien untuk pengosongan kandung kemih secara teratur.
-       Beri kesempatan kepada klien beristirahat yang cukup.
-       Kemampuan klien untuk menggendong dan merawat bayinya.
Periode post partum lanjut.
-       Tanda vital, berat badan, payudara, proses involutio, penyembuhan luka episiotomi jika ada dengan parameter yang diharapkan.
-       Kemampuan klien untuk merawat payudara, perawatan perineum.
-       Kemampuan klien untuk menunjukkan kesanggupan dalam perawatan diri sendiri dan perawatan bayinya.
Periode persiapan pulang ke rumah.
-       Klien mendemostrasikan kemampuan merawat bayinya.
-       Klien memperlihatkan keingintahuan tentang pentingnya perawatan lanjutan bagi ibu serta bayinya.
-       Kemampuan klien untuk menentukan waktu untuk konsultasi dengan dokter, bidan/ perawat.
-       Respon klien dengan suami terhadap adanya perubahan pola aktifitas seksual serta perlunya menggunakan alat kontrasepsi untuk memberi rasa aman dan bagi ibu.
Periode 6 minggu (saat chek-up).
-       Tanda vital, penurunan payudara, proses involutio dan penyembuhan luka episiotomi dibandingkan parameter yang diharapkan.
-       Kembalinya organ reproduksi seperti keadaan sebelum hamil.
-       Kemampuan menunjukkan fungsi keluarga dengan baik dan adaptasi positif.
-       Keluarga menyepakati penggunaan salah satu jenis kontrasepsi yang cocok bagi ibu.
LAPORAN KASUS
a. Pengkajian
Pengumpulan Data
ü  Identitas Klien
Nama  : Ny.T
Umur   : 39 tahun
ü  Riwayat Kesehatan
Riwayat Kesehatan Sekarang
-          Post partum hari ke dua. TFU ½ simfisis pusat, berat uterus 500 gram, terjadi after pain pada saat ibu menyusui bayinya, kondisi payudara bengkak dan terjadinya bendungan ASI.
Riwayat Kesehatan lalu :
Riwayat rupture tingkat 2, nyeri , gatal, dan merah pada daerah vagina. Klien riwayat G11P8A3. Klien  pernah mengalami peradangan panggul dan dispareunia
ü  Pemeriksaan Fisik
TTV :
TD = 150/100 mmHg, S= 38,5oC, N= 72 x/menit.
Validasi Data
ü  Data Subyektif :
Klien mengatakan terjadi after pain pada saat ibu menyusui bayinya. Klien  pernah mengalami peradangan panggul dan dispareunia
ü  Data Obyektif :
Post partum hari ke dua. TFU ½ simfisis pusat, berat uterus 500 gram, kondisi payudara bengkak dan terjadinya bendungan ASI.
TD = 150/100 mmHg, S= 38,5oC, N= 72 x/menit.
Analisa data
NO
DATA
ETIOLOGI
MASALAH

DS :
-          Klien mengeluh nyeri pada daerah abdomen
-          Klien mengeluh nyeri bila berjalan/bergerak
DO :
-          Ekspresi wajah meringis
-          Klien nampak istirahat ditempat tidur
-          Kontraksi uterus baik

DS :
-          Klien mengeluh nyeri pada perineum
-          Klien mengeluh nyeri bila bergerak / berjalan
DO :
-          Ekspresi wajah meringis
-          Nampak luka hecting pada perineum
-          Klien nampak istirahat di tempat tidur.






DS :
-          Klien malas bergerak
-          Klien belum BAB selama 2 hari
DO :
-          Peristalik usus kurang (3 – 4 x/menit)
-          Klien lebih banyak istirahat.





DS : -
DO :

-          ASI/colostrum belum ada
-          Payudara teraba keras / padat.
-          Kondisi payudara bengkak




DS :
-          Nyeri pada perineum
DO :
-          Lochia rubra.
-          Nampak luka heacting pada perineum
-          Tanda-tanda vital :
TD = 150/100 mmHg, S= 38,5oC, N= 72 x/menit.


DS :
-          Ibu mengatakan kalau bias ini kehamilan yang terakhir
-          Klien tidak pernah menjadi akseptor KB
DO :
-          Umur 39 th G11P8A3

Proses persalinan
¯
Terjadi proses involutio
¯
Kontraksi Uterus
¯
Nyeri




Robekan jalan lahir
¯
Terputusnya kontinuitas jaringan
¯
Jaringan melepaskan zat-at bradikinin dan histamin
¯
Merangsang syaraf perifer
¯
Dihantarkan melalui spinal cord menuju thalamus
¯
Korteks cerebri
¯
Nyeri di persepsikan

Nyeri
¯
Takut bergerak / aktifitas kurang
¯
Mobilisasi usus dan diafragma menurun
¯
Faeces bertahan lama diusus besar dan tidak bisa dikeluarkan
¯
Konstipasi

Nyeri
¯
Ibu malas menyusui bayinya
¯
Bayi jarang menetek
¯
Kurangnya rangsangan pada pituitary anterior prolaktin
¯
Penimbunan ASI



Proses persalinan
¯
Perlukaan jalan lahir
¯
Merupakan media berkembang-biaknya kuman phatogen
¯
Resiko terjadi infeksi

Kurangnya informasi tentang KB
¯
Ketidaktahuan tentang KB
¯
Kurang pengetahuan tentang KB

Kurang pe-ngetahuan tentang KB
b. Diagnosa Keperawatan
-          Nyeri berhubungan dengan kontraksi uterus
-          Nyeri b/d terputusnya kontinuitas jaringan aki-bat ruptur perineum
-          Gangguan eliminasi BAB konstipasi b/d pe-nurunan peristaltic usus
-          Penimbunan ASI b/d kurangnya rangsangan pada priutary anterior prolaksin
-          Resiko terjadi infeksi puorperalis b/d luka pada perineum
-          Kurang pengetahuan ten-tang KB b/d kurang informasi tentang KB
c. Perencanaan
NO
DIAGNOSA KEPERAWATAN
RENCANA KEPERAWATAN
TUJUAN
INTERVENSI
RASIONAL
Nyeri b/d kontraksi uterus ditandai dengan :
DS :
-   Klien mengeluh nyeri pada daerah abdomen
-   Klien mengeluh nyeri bila berjalan/bergerak
DO :
-   Ekpresi wajah meringis
-   Kontraksi uterus baik
-   Klien banyak istirahat ditempat tidur.


Nyeri b/d terputusnya kontinuitas jaringan aki-bat ruptur perineum ditandai dengan :
DS :
-    Klien mengeluh nyeri pada perineum
-    Klien menyatakan nyeri bila berjalan/ beraktifitas.
DO :
-    Ekspresi wajah meri-ngis
-    Nampak luka heching pada perineum
-    Klien istirahat ditem-pat tidur.


Gangguan eliminasi BAB konstipasi b/d pe-nurunan peristaltic usus ditandai dengan :
DS :
-    Klien malas bergerak
-    Klien belum BAB selama 2 hari
DO :
-    Peristaltic usus kurang 3-4x/menit
-    Klien lebih banyak istirahat.

Penimbunan ASI b/d kurangnya rangsangan pada priutary anterior prolaksin ditandai de-ngan :
DS :
-
DO :
-    ASI / colostrum belum ada
-    Payudara teraba ke-ras/padat.
-    Kondisi payudara bengkak

Resiko terjadi infeksi puorperalis b/d luka pada perineum ditandai de-ngan :
DS :
-    Nyeri pada daerah pe-rineum
DO :
-    Nampak luka heacting pada perineum


Kurang pengetahuan ten-tang KB b/d kurang informasi tentang KB ditandai dengan
DS :
-    Klien tidak pernah menjadi akseptor KB.
DO :
-    Umur 39 th, G11P8A3

Nyeri berkurang/hilang dengan criteria
-    Klien tidak menge-luh nyeri
-    Ekspresi wajah cerah
-    Tanda vital dalam batas normal.
T : 110-120 / mmHg
S : 56 – 37 oC
N : 80 x /menit


Nyeri berkurang/hilang  dengan kriteria :
Klien tidak menge-luh nyeri
Ekspresi wajah ce-rah
Tanda vital dalam batas normal.
T: 110-120/80mmHg
N: 80 x /menit
S  : 36 – 37 oC
Luka kering



Eliminasi BAB terpe-nuhi dengan criteria
-    Klien telah BAB 1 x 2 /hari
-    Peristaltik usus nor-mal 5-35x/i













ASI dapat diproduksi dengan criteria
-       ASI/ Colostrum ada
-       Payudara kenyal.
















Infeksi tidak terjadi dengan kriteria
-    Luka nampak kering
-    Tanda vital dalam batas normal
-    Tidak ada tanda-tanda infeksi
-    Rubor
-    Color
-    Dolor
-    Fungsilesia
-    Vital Sign
T : 110/70 mmHg
S : 36.4 oC
N : 80 x /menit
D : 20 x /menit

Klien dapat mengerti tentang KB dengan kriteria
-       Ibu bersedia men-jadi askeptor KB setelah lepas masa nifas.

1.Kaji tingkat loka-si dan sifat nyeri.


2.Observasi tanda-tanda vital

3.Anjurkan klien tehnik relaksasi napas dalam.



4.Berikan posisi yang nyaman sesuai keinginan klien.
5.Jelaskan penye-bab terjadinya  nyeri
6.Penatalaksanaan obat analgetilc


1.Kaji tingkat, lo-kasi dan sifat nyeri

2.Observasi tanda-tanda vital.

3.Observasi keadaan luka perineum



4.Anjurkan untuk duduk dengan otot gluteal terkon-traksi
5.Beri kompres panas lembab (rendam duduk antara 38oC s/d 42oC selama 20 menit – setelah 24 jam pertama.

1. Kaji pola elimi-nasi BAB klien

2. Kaji penyebab konstipasi klien

3. Anjurkan klien untuk makan makanan yang berserat
4. Anjurkan klien untuk melaku-kan kreaktifitas ringan dan ber-tahap
5. Pentalaksanaan pemberian dulcolaks sup

1. Kaji tingkat pe-ngetahuan dan pengalaman klien tentang menyusui sebelumnya.
2. Lakukan perawa-tan buah dada

3. Anjurkan klien untuk tetap me-nyusui bayinya walaupun ASI tidak ada.
4. Ajarkan cara menyusui yang benar.


1. Kaji tanda-tanda infeksi

2. Ukur dan obser-vasi tanda-tanda vital
3. lakukan vulva hygiene


4. Bekerja dengan tehnik septik dan anti septik
5. Kompres luka hecting dengan bethadine
6. HE kepada lien untuk menjaga personal hygi-ene
7. Penatalaksanaan pemberian antibiotik.


1. Kaji tingkat pe-ngetahuan klien tentang KB

2. HE tentang man-faat KB

3. HE tentang me-tode kontrasepsi, keuntungan dan kerugiannya.
1.Agar dapat meng-inden-tifikasi kebutuhan pera-watan dan pemberian askep yang tepat.
2.Perubahan tanda vital menunjukkan terjadinya rangsangan nyeri
3.Nafas dalam dapat melan-carkan suplay 02 kejari-ngan sehingga terjadi relaksasi di jaringan obat yang dapat menyebabkan nyeri berkurang.
4.Posisi nyaman sesuai ke-inginan klien dapat mem-peringan nyeri.

5.Dengan mengetahui pe-nyebab nyeri klien dapat beradaptasi
6.Untuk mengurangi rasa nyeri dengan memblok infuls nyeri.

1. Agar dapat mengidenti-fikasikan kebutuhan pera-watan dan pemberian as-kep yang tepat.
2. Perubahan tanda vital menunjukkan terjadinya rangsangan nyeri.
3. Dapat menunjukkan ada-nya trauma berlebihan/ komplikasi yang me-merlukan intervensi lebih lajut.
4. Dapat mengurangi teka-nan langsung pada peri-neum.

5. Meningkatkan sirkulasi pada perineum, mening-katkan oksigenasi dan nutrisi pada jaringan menurunkan edema dan meningkatkan penyembuhan.

1. Dapat mengetahui adanya kelainan pada proses eliminasi klien
2. Dapat mempermudah dalam pemberian inter-vensi
3. Dapat memperlancar metabolisme dalam usus sehingga eliminasi lancar

4. Dapat merangsang peris-taltic usus sehingga BAB lancar.


5. Akan merangsang dan mempercepat proses defekasi.

1. Membantu mengembang-kan rencana perawatan selanjutnya


2. Agar lactasi lanar dan terhindar dari kesulitan saat menyusui
3. Untuk merangsang hor-mon prolaktif untuk memproduksi ASI.


4. Posisi yang tepat dapat mencegah luka pada putting susu dan anak dapat menolak dengan baik

1. Untuk mengetahui tanda/ gejala awal terjadinya infeksi
2. Perubahan tanda vital dijadikan indicator ada-nya proses peradangan
3. Vulva yang kotor dan lembab dapat dijadikan tempat berkembang biak-nya kuman.
4. Bethadine membunuh kuman dan mempercepat proses penyembuhan
5. Untuk mencegah terkon-taminasinya kuman pada klien
6. Untuk mempercepat pro-ses penyembuhan luka atau mencegah infeksi

7. Dapat menghambat pem-bentukan dinding sel bakteri dan membunuh kuman patogen.

1.Dapat mengetahui dan memudahkan dalam pem-berian intervensi selan-jutnya.
2.Agar klien dapat mengerti dan bersedia menjadi akseptor KB
3.agar klien dapat memilih metode kontrasepsi yang sesuai, dan cocok untuk klien.
KONTRASEPSI “TUBEKTOMI”
Dahulu tubektomi dilakukan dengan jalan laparotomi atau pembedahan vaginal. Sekarang, dengan alat-alat dan teknik baru, tindakan ini di selenggarakan secaara lebih ringan dan tidak memerlukan perawatan di rumah sakit.
Dalam tahun-tahun terakhir ini tubektomi telah merupakan bagian yang penting dalam program keluarga berencana di banyak Negara di dunia. Di Indonesia sejak tahun 1947 telah berdiri perkumpulan yang sekarang bernama Perkumpulan Kontrasepsi Mantap Indonesia (PKMI), yang membina perkembangan metode dengan operasi (M.O) atau kontrasepsi mantap secara sukarela, tetapi secara resmi tubektomi tidak termasuk ke dalam program nasional keluarga berencana di Indonesia.
Keuntungan tubektomi ialah:
Motivasi hanya dilakukan satu kali saja,sehingga tidak di perlukan motivasi berulang-ulang
Efektifitas hamper 100%
Tidak mempengaruhi libido seksualis
Kegagalan dari pihak pasien (patient’s failure) tidak ada.
Sehubungan dengan waktu melakukan metode dengan operasi, dapat dibedakan antara m.o postpartum dan m.o dalam interval. Tubektomi postpartum dilakukan satu hari setelah partus.
Tindakan yang di lakukan sebagai tindakan pendahuluan untuk mencapai tuba Fallopii terdiri atas pembedahan transbdominal seperti laparatomi, mini laparatomi, laparaskopi; serta pembedahan transsevikal (trans-uterin), seperti penutupan lumen tuba histeroskopik.
Untuk menutup lumen dalam tuba, dapat dilakukan pemotongan tuba dengan bebagai macam tindakan operatif, seperti cara Pomeroy, cara Irving, cara Uchida, cara Kroener, cara Aldridge. Pada cara Madlener tuba tidak dipotong. Di samping cara-cara tersebut di atas, penutupan tuba dapat pula dilakukan dengan jalan kauterisasi tuba, penutupan tuba dengan clips, Falopering, Yoon ring, dan lain-lain.
Indikasi metode dengan operasi (M.O)
Metode dengan operasi dewasa ini di jalankan atas dasar sukarela dalam rangka keluarga berencana. Kerugiannya ialah bahwa tindakan ini dapat dianggap tidak reversibel, walaupun sekarang ada kemungkinan untuk membuka tuba kembali pada mereka yang akhirnya masih menginginkan anak lagi dengan operasi rekanalisasi. Oleh karena itu, penutupan tuba hanya dapat dikerjakan pada mereka yang memenuhi syarat-syarat tertentu.
Seminar Kuldoskopi Indonesia pertama di Jakarta (18-19 Desember 1972) mengambil kesimpulan, sebaikanya tubektomi sukarela dilakukan pada wanita yang memenuhi syarat-syarat berikut:
Umur termuda 25 tahun dengan 4 anak hidup
Umur sekitar 30 tahun dengan 3 anak hidup
Umur sekitar 35 tahun dengan 2 anak hidup
Pada umur konperensi khusus Perkumpulan untuk Sterilisasi Sukarela Indonesia di medan (3-5 Juni 1976) dianjurkan pada umur antara 25-40 tahun, dengan jumlah anak sebagai berikut:
Umur antara 25-30 tahun dengan 3 anak atau lebih
Umur antara 30-35 tahun dengan 2 anak atau lebih
Umur antara 35-40 tahun dengan 1 anak atau lebih
Umur suami hendaknya sekurang-kurangnya 30 tahun, kecuali apabila jumlah anak telah melebihi jumlah yang diinginkan oleh pasangan itu.
Di bagian Obstetri/Ginekologi Fakultas Kedokteran USU/RSUPP Medan, berhubungan dengan tingginya angka kematian perinatal dan bayi, serta pentingnya anak lelaki bagi beberapa suku di Sumatra Utara, di gunsksn rumus 120 yang disesuaikan dengan persyaratan sterilisasi sukarela. Dengan ini, syarat untuk sterilisasi ialah umur wanita x jumlah anak hidup dengan paling sedikit 1 anak laki-laki, harus tidak kurang dari 120, dengan umur wanita terendah 25 tahun. Rumus 120 tersebut, dewasa ini tidak begitu di pegang teguh lagi sehubungan dengan beratnya tekanan pertumbuhan penduduk.
v  Tindakan pendahuluan guna penutupan tuba
Laparatomi
Tindakan ini tidak dilakukan lagi sebagai tindakan khusus guna tubektomi. Di sini penutupan tuba dijalankan sebagai tindakan tambahan apabila wanita yang perlu dilakukan seksio sesarea, kadang-kadang tuba kanan dan kiri ditutup apabila tidak diinginkan bahwa ia hamil lagi.
Laparatomi postpartum
Laparatomi ini dilakukan satu hari postpartum. Keuntungannya ialah bahwa waktu perawatan nifas sekaligus dapat digunakan untuk perawatan pascaoperasi, dan oleh karena uterus masih besar, cukup dilakukan sayatan kecil dekat fundus uteri untuk mencapai tuba kanan dan kiri. Sayatan dilakukan dengan sayatan semi lunar (bulan sabit) di garis tengah distal dari pusat dengan panjang kurang-lebih 3 cm dan penutupan tuba biasanya diselenggarakan dengan cara Pomeroy.
Minilaporotomiomi
Laporotomi mini dilakukan dalam masa interval. Sayatan yang dibuat di garis tengah di atas simfisis sepanjang 3 cm sampai menembus peritoneum. Untuk mencapai tuba dimasukkan alat khusus (elevator uterus) ke dalam kavum uteri. Dengan bantuan alat ini uterus bilamana dalam retrofleksi dijadikan letak antarfleksi dahulu dan kemudian didorong ke arah lubang sayatan. Kemudian, dilakukan penutupan tuba dengan salah satu cara.
Laparaskopi
Mula-mula dipasangcunam serviks pada bibir depan porsio uteri, dengan maksud supaya kelak dapat menggerakan uterus jika hal itu diperlukan pada waktu laparaskopi. Setelah dilakukan persiapan seperlunya, dibuat sayatan kulit di bawah pusat sepanjang 1cm. Kemudian, di tempat luka tersebut dilakukan pungssi sampai rongga peritoneum dengan jarum khusus (jarum Veres), dan melalui jarum itu pneumoperitoneum dengan memasukan CO2 sebanyak 1 sampai 3 liter dengan kecepatan rata-rata 1 liter per menit. Setelah pneumoperitoneum dirasa cukup, jarum Veres dikeluarkan dan sebagai gantinya dimasukkan troika (dengan tabungnya). Sesudah itu, troikar diangkat dan dimasukkan laparoskop melalui tabung. Untuk memudahkan penglihatan uterus dan adneks, penderita diletakkan dalam posisi Trendelenburg dan uterus digerakkan melalui cunam serviks pada porsio uteri. Kemudian, dengan cuman yang masuk dalam rongga peritoneum besama-sama dengan laparoskop, tuba dijepit dan dilakukan penutupan tuba dengan kauterisasi, atau dengan memasang pada tuba cincin Yoon atau cincin Falope  atau clip Hulka. Berhubungan pada kemungkinan komplikasi yang lebih besar pada kauterisasi, sekarang lebih banyak digunakan cara-cara lain.
Kuldoskopi
Wanita ditempatkan pada posisi menungging (posisi genupektoral) dan setelah speculum dimasukkan dan bibir belakang serviks uteri dijepit dan uterus ditarik ke luar dan agak ke atas, tampak kavum Douglasi mekar di antara ligamentum sakro-uterinum kanan dan kiri sebagai tanda bahwa tidak ada perlekatan. Dilakukan pungsi dengan jarum Touhy di belakang uterus, dan melalui jarum tersebut udara masuk dan usus-usus terdorong ke rongga perut. Setelah jarum diangkat, lubang diperbesar, sehingga dapat dimasukkan kuldoskop. Melalui kuldoskop dilakukan pengamatan adneksa dan dengan cunam khusus tuba dijepit dan ditarik ke luar untuk dilakukan penutupannya dengan cara Pomeroy, cara Kroener, kauterisasi, atau pemasangan cincin Falope.
v  Cara penutupan tuba
Cara Madlener
Bagian tengah dari tuba diangkat dengan cunam Pean, sehingga terbentuk suatu lipatan terbuka. Kemudian, dasar dari lipatan tersebut dijepit dengan cunam kuat-kuat, dan selanjutnya dasar itu diikat dengan benang yang tidak dapat diserap. Pada cara ini tidak dilakukan pemotingan tuba. Sekarang cara Madlener tidak dilakukan lagi oleh karena angka kegagalannya relatif tinggi, yaitu 1% sampai 3%.
Cara Pomeroy
Cara pomeroy banyak dilakukan. Cara ini dilakukan dengan mengangkat bagian tengah dari tuba sehingga membentuk lipatan terbuka, kemudian dasarnya diikat dengan benang yang dapat diserap, tuba di atas dasar itu dipotong. Setelah benang pengikat diserap , maka ujung-ujung tuba akhirnya terpisah satu sama lain. Angka kegagalan berkisar antara 0-0,4%.
Cara Irving
Pada cara ini tuba dipotong antara dua ikatan benang yang dapat diserap, ujung proksimal dari tuba ditanamkan ke dalam ligamentum latum.
Cara Aldrige
Peritoneum dari ligamentum latum dibuka dan kemudian tuba bagian distal bersama-sama dengan fimbria ditanam ke dalam ligamentum latum.
Cara Uchida
Pada cara ini tuba ditarik ke luar abdomen melalui suatu insisi kecil (minilaparotomi) di atas simfisis pubis. Kemudian di daerah ampulla tuba dilakukan suntikan dengan larutan adrenalin dalam air garam di bawah serosa tuba. Akibat suntikan ini, mesosalping di daerah tersebut mengembung. Lalu, di buat sayatan kecil di daerah yang kembung tersebut. Serosa dibebaskan dari tuba sepanjang kira-kira 4-5 cm; tuba dicari dan setelah ditemukan dijepit, diikat, lalu digunting. Ujung tuba yang proksimal akan tertanam dengan sendirinya di bawah serosa, sedangkan ujung yang distal dibiarkan berada di luar serosa. Luka sayatan dijahit secara kantong tembakau. Angka kegagalan cara ini adalah 0.
Cara Kroener
Bagian fimbria dari tuba dikeluarkan dari lubang operasi. Suatu ikatan dengan benang sutera dibuat melalui bagian mesosalping di bawah fimbria. Jahitan ini diikat dua kali, satu mengelilingi tuba dan yang lain mengelilingi tuba sebelah proksimal dari jahitan sebelumnya. Seluruh fimbria dipotong. Setelah pasti tidak ada pendarahan, maka tuba dikembalikan kedalam rongga perut.
Teknik ini banyak digunakan. Keuntungan cara ini antara lain ialah sangat kecilnya kemungkinan kesalahan mengikat ligamentum rotundum. Angka kegagalan 0,19%.
{  Keuntungan Tubektomi
-          Sangat efektif (0,5 kehamilan per 100 perempuan selama tahun pertama penggunaan)
-          Tidak mempengaruhi proses menyusui (breastfeeding)
-          Tidak bergantung pada faktor senggama
-          Baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi risik kesehatan yang serius
-          Pembedahan sederhana, dapat dilakukan dengan anestesi local
-          Tidak ada efek samping dalam jangka panjang
-          Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual (tidak ada efek pada produksi hormon ovarium)
{  Keterbatasan Tubektomi
-          Harus dipertimbangkan sifat mantap metode kontrasepsi ini (tidak dapat dipulihkan kembali), kecuali dengan rekanalisasi
-          Klien dapat menyesal di kemudian hari
-          Risiko komplikasi kecil (meningkat apabila digunakan anestesi umum)
-          Rasa sakit/ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah tindakan
-          Dilakukan oleh dokter terlatih (dibutuhkan dokter spesialis ginekologi untuk proses laparoskopi)
-          Tidak melindungi diri dari IMS, termasuk HBV dan HIV/AIDS
{  Isu-Isu Klien
-          Klien mempunyai hak untuk berubah pikiran setiap waktu sebelum prosedur ini
-          Informed consent harus diperoleh dan standard consent form harus ditanda-tangani oleh klien sebelum prosedur dilakukan
{  Yang Perlu Dilakukan  Tubektomi
-          Usia > 26 tahun
-          Paritas (jumlah anak) minimal 2 dengan umur anak terkecil > 2 thn
-          Yakin telah mempunyai besar keluarga yang sesuai dengan kehendaknya
-          Pada kehamilannya akan menimbulkan risiko kesehatan yang serius
-          Pascapersalinan dan atau pasca keguguran
-          Paham dan secara sukarela setuju dengan prosedur ini
{  Yang Tidak Boleh Dilakukan Tubektomi
-          Hamil
-          Perdarahan vaginal yang belum terjelaskan
-          Infeksi sistemik atau pelvik yang akut
-          Tidak boleh menjalani proses pembedahan
-          Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas di masa depan
-          Belum memberikan persetujuan tertulis
{  Waktu dilakukan
-          Setiap waktu selama siklus menstruasi apabila diyakini secara rasional klien tidak hamil
-          Hari ke-6 hingga ke-13 dari siklus menstruasi (fase proliferasi)
-          Pascapersalinan; minilap di dalam waktu 2 hari atau hingga 6 minggu atau 12 minggu, laparoskopi tidak tepat untuk klien pascapersalinan
-          Pascakeguguran; Triwulan pertama (minilap atau laparoskopi), Triwulan kedua (minilap saja)


IMPLEMENTASI DAN TUGAS KEPERWATAN Rating: 4.5 Diposkan Oleh: viviensinaga

0 comments:

Post a Comment